BY NURDIN HASAN
Banda Aceh, TAG – Lima kelompok membuat
visi, misi, dan program “partai“. Topiknya: pemberdayaan perempuan. Tiap
kelompok beranggotakan 10 orang. Duduk di lantai, mereka serius berdiskusi,
menyampaikan ide dan pendapat. Kesepakatan bersama ditulis di selembar kertas
karton. Setiap kelompok juga harus memilih dua anggota sebagai “calon anggota
legislatif (caleg).”
Setelah berembuk 20 menit, “ketua partai dan calegnya”
mengampanyekan visi, misi dan program di hadapan 200-an peserta roadshow
Parlemen Muda Indonesia yang digelar di Aula Balai Kota Banda Aceh, 31 Agustus
2013. Pesertanya, pemuda Aceh berusia 15 hingga 30-an tahun. Mereka terdiri
dari pelajar, mahasiswa, aktifis hingga politisi muda, sebagian besar
perempuan.
Saat penyampaian visi, misi dan program, juga diselingi
yel-yel agar peserta memilih “partai” mereka, seperti layaknya kampanye partai
politik peserta pemilihan umum (pemilu). Partai Pelajar Muda misalnya ingin
mewujudkan masyarakat madani. Partai Bersama Menjaga Martabat mau mewujudkan
masyarakat bermartabat, cerdas dan dinamis. “Tiga partai” lain hampir saja juga
mengusung program menyejahterakan rakyat.
Sebelum simulasi yang merupakan puncak acara roadshow
parlemen muda, peserta dibekali materi tentang maksud kegiatan dan sistem
politik Indonesia yang disampaikan dua narasumber. Mereka adalah aktifis Indonesian Future Leaders,
organisasi nonprofit yang bergerak di bidang pemberdayaan pemuda untuk
perubahan sosial.
Gigay Citta Acikgenc, 20 tahun, menyatakan bahwa parlemen muda Indonesia ialah
sebuah gerakan
nasional independen yang tak berafiliasi dengan partai politik, untuk mencoba menggugah
kepekaan dan pemahaman pemuda agar terlibat dalam politik.
Parlemen muda adalah program advokasi Indonesian
Future Leaders, yang didukung UN Habitat. Aceh termasuk 11 provinsi yang
dikunjungi parlemen muda tahun ini.
“Terlibat tidak harus masuk ke partai politik. Sebenarnya
orang-orang di luar partai politik, banyak yang concern terhadap kondisi
politik dan demokrasi Indonesia untuk lebih berkualitas secara substansi, bukan
hanya sekadar demokrasi prosedural,” kata mahasiswi Filsafat di Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, ini.
Andhyta Firselly Utami, 21 tahun, memancing peserta
menyampaikan untuk pendapatnya dengan tiga pertanyaan yaitu apa politik dan pengaruhnya
serta masalah utama di Aceh sebelum memaparkan materi mengenai pentingnya
pemuda Indonesia peka dan memahami politik.
Setelah mendengarkan berbagai komentar dan pendapat peserta,
Andhyta yang baru meraih gelar sarjana Hubungan Internasional di Universitas
Indonesia menyatakan bahwa pemuda Indonesia harus optimis mewujudkan perubahan
ke arah lebih baik karena “kita punya kekuatan berpolitik melalui jejaring
media sosial seperti twitter, Facebook dan lain-lain.”
“Kita harus yakin sistem politik bisa dibenahi karena
kita akan menjadi pemimpin masa depan. Parlemen muda juga menjadi ajang
konsolidasi para pemuda Indonesia untuk menyuarakan aspirasi ke pengambil
kebijakan,” kata aktifis perempuan yang banyak terlibat dalam kegiatan
pemberdayaan pemuda.
Gigay yang
menjabat Executive Director Parlemen Muda ketika diwawancarai menyatakan, roadshow
parlemen muda yang digelar sejak 2012 lalu bertujuan untuk menyatukan suara
pemuda Indonesia agar didengar oleh stakeholders dan pengambil kebijakan di
negeri ini. Selain itu, untuk mengajak pemuda Indonesia peka dan paham politik.
“Pada 25 – 31 Januari 2014 akan digelar sidang
nasional parlemen muda di Jakarta. Anggotanya 34 pemuda dari seluruh provinsi
di Indonesia. Dalam sidang itu, seluruh aspirasi pemuda Indonesia akan
dibicarakan. Kemudian petisinya akan diserahkan ke pemerintah,” katanya.
“Target jangka panjang adalah pemuda mau menjadi
anggota dewan sehingga mereka bisa terlibat langsung untuk membenahi
perpolitikan Indonesia ke arah lebih baik,” katanya.
Wakil Walikota Banda Aceh, Illiza
Sa’aduddin Djamal, saat menyampaikan sambutan ketika membuka roadshow parlemen
muda berharap pemuda dapat berada di garda terdepan untuk menyukseskan pemilu
legislatif dan pemilihan presiden, tahun 2014, demi mewujudkan Indonesia ke
arah yang lebih baik.
“Usia muda harus dimanfaatkan
secara baik untuk berbuat demi kepentingan bangsa kita. Pemuda harus bangkit
untuk terlibat dalam pembangunan Indonesia karena di tangan para pemudalah
nanti bangsa ini diserahkan,” kata Illiza, perempuan politisi Partai Persatuan
Pembangunan (PPP).
Ia menyatakan, realita yang
terjadi ada sebagian pemuda Indonesia peduli terhadap berbagai persoalan bangsa
melalui kegiatan-kegiatan kreatif, produktif, dan inovatif serta memiliki sikap
dan jati diri, tapi ada juga yang pasif dan tidak peduli.
“Pemuda Indonesia tak boleh galau
karena orang-orang yang galau tidak akan masuk surga. Pemuda Indonesia,
khususnya pemuda Aceh, harus tanggap dengan masalah-masalah kemasyarakatan,”
katanya.
Rizka Nadya, 22 tahun, seorang
dokter muda, mengatakan, parlemen muda punya nilai positif karena mengajak
pemuda peka dan memahami berbagai persoalan bangsa, untuk selanjutnya bersama
terlibat memperbaikinya.
“Parlemen muda penting bagi anak
muda Aceh karena selama ini praktik politik tidak beretika terjadi di sini. Di
Aceh juga terjadi kerusakan ekosistem dan lingkungan dan persoalan pelanggaran
hak asasi manusia yang belum terselesaikan. Semua itu harus menjadi perhatian
pemuda Aceh untuk ikut terlibat,” kata Rizka.
Perempuan yang sehari-hari sibuk
sebagai dokter koas di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh mengaku,
belum memikirkan berkecimpung dalam politik praktis. “Tetapi, kalau nanti
situasi menuntut bisa saja saya masuk partai politik dan mencalonkan diri
sebagai anggota dewan,” katanya.
Asiah Uzia, perempuan aktifis yang
menjadi calon legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh dalam
pemilu 2014, menyatakan roadshow parlemen muda bagus karena selama ini ruang
keterlibatan pemuda dalam politik sangat sedikit di Aceh.
“Semoga ke depan anak muda Aceh
lebih peduli pada politik dan berbagai persoalan kebijakan publik di tengah
kesibukan mereka belajar. Kita tak ingin cara berpolitik ala preman merasuki pemuda
Aceh. Kita harap mereka kritis untuk bersama membenahi kondisi yang ada,” katanya.
Sedangkan, Maulidar Yusuf, 21,
perempuan aktifis kemanusiaan menyatakan, ikut kegiatan karena ingin tahu lebih
banyak mengenai politik dan demokrasi Indonesia. “Sebenarnya politik bukan
hanya milik politisi, tapi milik semua kalangan. Pemuda harus ikut terlibat
untuk memperbaiki kondisi bangsa,” katanya.[]
Gerakan Anak Muda Melek Politik
Reviewed by theacehglobe
on
September 22, 2013
Rating:

No comments: