Facebook

Ketika Marco Polo Terjebak di Pasai




LANGIT gelap bergelayut, angin muson berderu deras dari utara. Gelombang laut Selat Malaka menghantam lambung kapal-kapal kayu milik rombongan saudagar besar asal Venesia: Marco Polo. 

 

Layar-layar raksasa terkoyak dihempas angin liar, sementara para awak berteriak saling sahut-menyahut dalam kecemasan.

 

“Capitano! Ombak makin tinggi. Kita tidak akan selamat jika terus melawan!” teriak seorang pelaut, wajahnya basah oleh campuran hujan dan air asin.

 

Marco Polo berdiri di buritan, matanya menembus kabut yang kian tebal.

 

“Cari daratan! Ada bau kayu bakar di udara. Pulau ini tidak kosong. Kita akan selamat jika menepi di sana,” ujarnya dengan suara tegas.

 

Beberapa jam kemudian, mata pelaut menangkap cahaya lampu minyak di kejauhan. Pelabuhan! Mereka beringsut lega, seakan dituntun takdir menuju negeri yang kelak tercatat dalam sejarah: Kerajaan Samudera Pasai.

 

Begitu kapal merapat, Marco Polo dan rombongannya tertegun. Di hadapan terbentang pelabuhan ramai dengan ribuan perahu dan jong. Bau lada, kapur barus, dan rempah-rempah menyesak udara.

 

Dio mio… (Ya Tuhan…),” bisik Marco Polo sambil mengangkat tangan. “Ini lebih megah dari pelabuhan mana pun yang pernah kulihat.”

 

Pedagang Arab berjubah putih bertransaksi dengan saudagar Tiongkok berbalut sutra. Di sudut lain, penukar uang Persia menghitung kepingan dirham dan dinar emas di atas meja kayu. Lantunan ayat suci terdengar dari surau kecil tepi dermaga, berpadu dengan hiruk pikuk tawar-menawar.

 

“Ini bukan sekadar tempat singgah, Tuan Marco Polo,” tutur seorang nakhoda Arab, menunjuk ke arah dermaga yang hiruk pikuk. “Ini jantung perdagangan lada, timah, dan gading gajah. Rajanya bijaksana, dan agama baru sedang menyebar di sini.”

 

Keesokan paginya, Marco Polo menelusuri pasar Pasai. Jalan tanahnya becek setelah hujan semalam, namun penuh orang-orang dari berbagai bangsa. Seorang pedagang perempuan dengan kerudung sederhana menawari sekeranjang lada hitam.


“Tuanku, lada ini harum dan kuat. Pedagang dari Gujarat sangat menyukainya,” katanya sambil tersenyum ramah.

 

Marco mengendus biji lada itu, lalu berkata kepada penerjemahnya, “Rempah ini, jika sampai ke Eropa, akan dihargai lebih mahal daripada emas.”

 

Di lapak lain, seorang anak kecil berlari-lari membawa kendi tanah liat, sambil berteriak memanggil ibunya. Sementara, penenun kain duduk di depan rumah panggung, jemari mereka lincah merajut benang menjadi kain songket berkilau.

 

Marco Polo, yang terbiasa dengan kota-kota besar di Tiongkok, terkesima. Dia melihat penduduknya berpakaian longgar dan rapi, dengan peci dan kain sarung yang menutupi aurat. Suara azan dari menara masjid bergema, menggetarkan sanubarinya. Dia tahu, di tempat ini, sesuatu yang besar sedang terjadi.

 

“Di negeri ini, semua orang tampak bekerja. Lelaki di laut, perempuan di pasar, dan anak-anak ikut membantu,” tulis Marco, kelak dalam bukunya, "Il Milione" atau "The Travels of Marco Polo".

 

Di balik pasar, Marco Polo menyaksikan deretan rumah panggung dari kayu nibung, beratap rumbia. Di halaman, pohon kelapa menjulang, ayam-ayam berkokok, dan beberapa kerbau berkubang dalam lumpur.

 

Seorang lelaki tua duduk di beranda rumah sambil membaca kitab beraksara Arab. Di sekitarnya, beberapa anak kecil mengaji dengan suara lirih. 

 

Bismillahirrahmanirrahim…” suara mereka beriring dengan desiran angin laut.

 

“Agama menjadi nadi masyarakat ini,” ujar seorang ulama muda yang menuntun Marco Polo saat berkeliling. “Kami berdagang dengan dunia, tapi hati kami selalu terikat pada Al-Qur’an.”

 

Malam hari, jalan-jalan pasar seketika hening. Lampu minyak di depan rumah berkedip pelan. Dari kejauhan terdengar suara rebana mengiringi syair-syair zikir.[]



Temukan detailnya dalam e-book "Api di Selat Malaka"

Harganya: Rp120.000 dapat dua e-books: "Api di Selat Malaka" dan "Aceh, 1480" -- perpaduan kejayaan Aceh masa lalu daÅ„ masa depan.

Silahkan pesan via WA: 0811684351

Ketika Marco Polo Terjebak di Pasai Ketika Marco Polo Terjebak di Pasai Reviewed by theacehglobe on October 21, 2025 Rating: 5

No comments:

Ads

Powered by Blogger.